Pengusaha tidak boleh sembarangan PHK pekerja
Pemerintah membantah adanya aturan yang memperbolehkan pemutusan hubungan kerja (PHK) secara sepihak oleh pengusaha. Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Kementerian Ketenagakerjaan Indah Anggoro Putri menyebutkan PHK harus melalui proses.
Karena itu, perusahaan tidak bisa sembarangan melakukan PHK tanpa proses yang jelas, apalagi jika berlaku sewenang-wenang. Putri menyebut bahwa dasar aturannya masih berlaku pada aturan yang lama.
Bila terjadi perselisihan PHK, maka diselesaikan melalui mekanisme penyelesaian perselisihan hubungan industrial sebagaimana diatur dalam UU Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial.
Ada beberapa alasan tertulis pengusaha dilarang melakukan PHK kepada pekerja/buruh dengan alasan, tertuang dalam Perpu 2/2022 pasal 153:
a. berhalangan masuk kerja karena sakit menurut keterangan dokter selama waktu tidak melampaui 12 (dua belas) bulan secara terus-menerus;
b. berhalangan menjalankan pekerjaannya karena memenuhi kewajiban terhadap negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
c. menjalankan ibadah yang diperintahkan agamanya;
d. menikah;
e. hamil, melahirkan, gugur kandungan, atau menyusui bayinya;
f. mempunyai pertalian darah dan/ atau ikatan perkawinan dengan Pekerja/ Buruh lainnya di dalam satu Perusahaan;
g. mendirikan, menjadi anggota dan/ atau pengurus Serikat Pekerja/Serikat Buruh, Pekerja/ Buruh melakukan kegiatan Serikat Pekerja/Serikat Buruh di luar jam kerja, atau di dalam jam kerja atas kesepakatan Pengusaha, atau berdasarkan ketentuan yang diatur dalam Perjanjian Kerja, Peraturan Perusahaan, atau Perjanjian Kerja Bersama;
h. mengadukan Pengusaha kepada pihak yang berwajib mengenai perbuatan Pengusaha yang melakukan tindak pidana kejahatan;
i. berbeda paham, agama, aliran politik, suku, warna kulit, golongan, jenis kelamin, kondisi fisik, atau status perkawinan; dan
Ada beberapa alasan tertulis pengusaha dilarang melakukan PHK kepada pekerja/buruh dengan alasan, tertuang dalam Perpu 2/2022 pasal 153:a. berhalangan masuk kerja karena sakit menurut keterangan dokter selama waktu tidak melampaui 12 (dua belas) bulan secara terus-menerus;
b. berhalangan menjalankan pekerjaannya karena memenuhi kewajiban terhadap negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
c. menjalankan ibadah yang diperintahkan agamanya;
d. menikah;
e. hamil, melahirkan, gugur kandungan, atau menyusui bayinya;
f. mempunyai pertalian darah dan/ atau ikatan perkawinan dengan Pekerja/ Buruh lainnya di dalam satu Perusahaan;
g. mendirikan, menjadi anggota dan/ atau pengurus Serikat Pekerja/Serikat Buruh, Pekerja/ Buruh melakukan kegiatan Serikat Pekerja/Serikat Buruh di luar jam kerja, atau di dalam jam kerja atas kesepakatan Pengusaha, atau berdasarkan ketentuan yang diatur dalam Perjanjian Kerja, Peraturan Perusahaan, atau Perjanjian Kerja Bersama;
h. mengadukan Pengusaha kepada pihak yang berwajib mengenai perbuatan Pengusaha yang melakukan tindak pidana kejahatan;
i. berbeda paham, agama, aliran politik, suku, warna kulit, golongan, jenis kelamin, kondisi fisik, atau status perkawinan; dan
j. dalam keadaan cacat tetap, sakit akibat kecelakaan kerja, atau sakit karena Hubungan Kerja yang menumt surat keterangan dokter yang jangka waktu penyembuhannya belum dapat dipastikan. dalam keadaan cacat tetap, sakit akibat kecelakaan kerja, atau sakit karena Hubungan Kerja yang menumt surat keterangan dokter yang jangka waktu penyembuhannya belum dapat dipastikan.
Sumber
- Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
https://www.cnbcindonesia.com/news/20230106164855-4-403518/wahai-pengusaha-anda-tidak-bisa-phk-karyawan-sepihak-lho
Dimas Arie - Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Mpu Tantular Jakarta
Dosen Pengampu : Ibu Serepina Tiur Maida, S.sos., M.Pd., M.I.Kom., C.AC